15 Desember 2008

Kriteria pemanfaatan ruang di sepanjang jalan arteri primer antar kota

1 Ruang L ingkup
Pedoman kriteria pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang ini
mencakup ketentuan umum, ketentuan teknis, kriteria pemanfaatan ruang dan
pengendalian pemanfaatan ruang di sepanjang Jalan Arteri Primer Antar Kota
pada kawasan budidaya. Kriteria yang ada dalam pedoman ini merupakan
perangkat operasionalisasi Rencana T ata Ruang Wilayah (RT RW) Provinsi dan
Kabupaten. Anda bisa download datanya disini Read More ..

Pengertian Pusat-Pusat Pertumbuhan

Konsep pusat-pusat pertumbuhan pertama kali diperkenalkan oleh Francois Perroux (1955) dengan istilah growth pole atau pole de croissance (kutub pertumbuhan). Konsep ini erat hubungannya dengan konsep central place-nya Christaller (1933) dan konsep heksagonal-nya August Losch (1944). Pola pemikiran Christaller dan Losch dipengaruhi oleh teori Von Thunen (1926) dan Alfred Weber (1909). Dalam konsepnya tersebut, Perroux menyatakan bahwa pertumbuhan tidak terjadi secara serentak; pertumbuhan itu terjadi pada titik-titik atau kutub perkembangan dengan intensitas yang berubah-ubah; perkembangan itu menyebar sepanjang saluran-saluran yang beraneka ragam dan dengan efek yang beraneka ragam terhadap keseluruhan perekonomian (Jayadinata, 1999 : 180).

Bertitik tolak dari konsep growth pole dari Perroux ini muncul konsep-konsep serupa yaitu kutub-kutub pengembangan (development poles), pusat-pusat pertumbuhan (growth centres), titik-titik pertumbuhan (growth points), daerah-daerah pertumbuhan (growth areas), zona-zona pertumbuhan (growth zones) dan core region yang pada prinsipnya bermaksud sama yaitu untuk mendorong perkembangan daerah. Letak perbedaannya adalah bahwa konsep kutub pertumbuhan tanpa suatu dimensi geografik yang spesifik, sedangkan konsep pusat-pusat pertumbuhan, titik-titik pertumbuhan, maupun core region berkenaan dengan dimensi geografik atau lokasi spasial (Glasson, 1977).
Konsep pusat-pusat pertumbuhan mengandung pengertian adanya suatu hubungan saling mempengaruhi secara timbal balik antara pusat-pusat tersebut dengan daerah pengaruhnya. Pusat-pusat itu sendiri berada pada suatu jenjang tertentu yang terdiri atas pusat pertumbuhan pertama, pusat pertumbuhan kedua, dan seterusnya. Menurut teori ini pertumbuhan akan dapat dijalarkan dari pusat pertama ke pusat kedua dan seterusnya melalui mekanisme yang disebut spread effect oleh Gunnar Myrdal (Myrdal, 1976) atau disebut trickling down effect oleh Hirschman (Hirschman, 1958), yaitu gaya-gaya yang mendorong perkembangan ke daerah pengaruhnya yang biasanya merupakan daerah yang relatif kurang berkembang.
Dalam pengembangan daerah melalui pusat-pusat pertumbuhan, kegiatan akan disebar ke beberapa pusat-pusat pertumbuhan sesuai dengan hirarki dan fungsinya. Pada skala regional dikenal tiga orde, yaitu :
1. Pusat pertumbuhan primer (utama).
Pusat pertumbuhan primer atau pusat utama orde satu ialah pusat utama dari keseluruhan daerah, pusat ini dapat merangsang pusat pertumbuhan lain yang lebih bawah tingkatannya. Biasanya pusat pertumbuhan orde satu ini dihubungkan dengan tempat pemusatan penduduk terbesar, kelengkapan fasilitas dan potensi aksesibilitas terbaik, mempunyai daerah belakang terluas serta lebih multi fungsi dibandingkan dengan pusat-pusat lainnya.
2. Pusat pertumbuhan sekunder (kedua).
Pusat pertumbuhan sekunder ini adalah pusat dari sub-daerah, seringkali pusat ini diciptakan untuk mengembangkan sub-daerah yang jauh dari pusat utamanya. Perambatan perkembangan yang tidak terjangkau oleh pusat utamanya dapat dikembangkan oleh pusat pertumbuhan sekunder ini.
3. Pusat pertumbuhan tersier (ketiga).
Pusat pertumbuhan tersier ini merupakan titik pertumbuhan bagi daerah pengaruhnya. Fungsi pusat tersier ini ialah menumbuhkan dan memelihara kedinamisan terhadap daerah pengaruh yang dipengaruhinya (Friedmann, 1966).
Manfaat konsep pusat-pusat pertumbuhan sebagai alat kebijaksanaan dalam perencanaan regional telah cukup lama disadari. Akan tetapi relevansinya tidak hanya terbatas pada daerah-daerah yang mengalami kemunduran saja, karena pada awal tahun 1964 telah disarankan suatu kebijaksanaan yang mengkonsentrasikan semua pertumbuhan industri dalam sejumlah kecil pusat besar bagi daerah makmur (Glasson, 1977).
Kebijaksanaan-kebijaksanaan tersebut juga telah mendapat sambutan yang menyenangkan di negara-negara yang sedang berkembang. Beberapa contoh yang terkenal adalah kompleks industri Bari Toronto-Brindisi untuk daerah Mezzogiorno di Italia Selatan, dan pembangunan pusat-pusat baru di Brasilia dan Cuidad Guyana sebagai usaha untuk menimbulkan pertumbuhan ke dalam daerah-daerah yang terbelakang di Brasilia dan Venezuela. Gagasan ini juga telah diterima di Amerika Serikat untuk membantu daerah-daerahnya yang mengalami kemunduran (Glasson, 1977).
Konsep Pusat-Pusat Pertumbuhan dalam Pengembangan Wilayah
Dari beberapa kenyataan di atas, nyatalah bahwa konsep pusat-pusat pertumbuhan merupakan salah satu konsep pengembangan wilayah yang mempunyai kaitan sangat erat dengan aspek penataan ruang dan mempunyai peranan yang cukup penting untuk mempercepat perkembangan daerah. Baik daerah-daerah yang relatif terlambat perkembangannya, atau daerah-daerah yang mengalami krisis karena habisnya sumber daya atau menurunnya nilai sumber daya.
Usaha pengembangan melalui strategi pusat-pusat pertumbuhan itu sendiri bukan berarti hanya mengembangkan satu pusat pertumbuhan tunggal, tetapi akan mengembangkan beberapa pusat pertumbuhan sesuai dengan tingkatannya (hirarki) yang mempunyai fungsi dan peranan tersendiri. Sistem pusat pertumbuhan yang terbentuk ini akan mempengaruhi penyediaan fasilitas perkotaan yang merupakan konsekuensi dari fungsi dan peran yang akan disandang oleh tiap pusat pertumbuhan. Dalam pelaksanaannya, penerapan fungsi dan peran dari setiap pusat juga harus disesuaikan dengan karakteristik daerah yang bersangkutan dan daerah yang dipengaruhinya atau daerah di belakangnya.
Friedmann memberikan beberapa pendekatan yang dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Menentukan pusat-pusat pertumbuhan utama yang mempunyai kapasitas pertumbuhan yang tinggi.
2. Menentukan daerah pengaruh dan arah pelayanan dari titik-titik pertumbuhan.
3. Menentukan daerah belakang dan regionalisasi.
4. Mengukur tingkat pelayanan di setiap pusat-pusat pertumbuhan yang terpilih.
5. Meluaskan jaringan jalan yang difokuskan pada pusat-pusat pertumbuhan.
6. Mengukur potensi aksesibilitas antar pusat-pusat pertumbuhan.
7. Mengembangkan pusat-pusat perkotaan di pusat-pusat pertumbuhan.
8. Menggali kemungkinan untuk mengembangkan industri ringan dan industri padat karya pada pusat pertumbuhan.
9. Melakukan usaha mengubah pola pertanian subsistem kepada pertanian komersial.
10.Menentukan kegiatan perekonomian dasar di pusat-pusat pertumbuhan.

Pengembangan Kegiatan Primer
Aktifitas kegiatan primer terkait dengan sistem perdagangan yang lebih luas (makro), meliputi produsen barang (industri) hingga jasa ekspor – impor. Hampir semua jenis aktifitas primer merupakan perdagangan dengan skala luas (regional, nasional / internasional).
Pengembangan kegiatan primer di wilayah perencanaan, membutuhkan dukungan fasilitas pergudangan, sebagai tempat penyimpanan stok barang, untuk mengantisipasi aktifitas bangkar–muat barang yang relatif tinggi dan jasa / lembaga keuangan untuk mendukung kelancaran aktifitasnya.
Pengembangan komponen kegiatan primer diarahkan terkait dengan fungsi lainnya, khususnya sistem transportasi mengingat aktifitas bongkar-muat dapat menimbulkan adanya perlambatan (delay) dan kemacetan (congestion) lalu-lintas disekitar kawasan aktifitas primer tersebut. Karena secara tidak langsung kondisi tersebut dapat mengurangi intensitas perdagangan, khususnya aktivitas perdagangan eceran.

Pengembangan Kegiatan Sekunder
Pengembangan kegiatan sekunder mencangkup aktifitas yang langsung mendistribusikan barang pada konsumen akhir, dalam hal ini penduduk itu sendiri. Wujud fisik aktifitas antara lain dalam bentuk pasar, toko, pertokoan, supermarket, warung, dan kios. Perkembangan aktifitas perdagangan jenis ini, sangat dipengaruhi oleh tingkat konsumsi dan demand penduduk.
Pengembangan aktifitas sekunder mengikuti pola pengembangan tata ruang secara makro dibidang ekonomi serta kecenderungan perkembangan fisik kawasan. Pengembangannya juga mempertimbangkan distribusi penduduk sebagai demand market, pola konsumsi serta prospek ekonomi kegiatan (ditinjau dari potensi daya dukung berkembangnya kegiatan).
Kegiatan sekunder diarahkan sesuai kebutuhan pada unit pelayanan yang ada. Aktifitas sekunder dikembangkan menurut jenis dan skala pelayanan fasilitas. Dengan dasar tersebut, maka pengembangan jenis aktifitas sekunder diarahkan menurut penduduk pendukung dan jenis aktifitasnya. Pasar dikembangkan melayani beberapa kelurahan (satu kecamatan), toko/warung dikembangkan pada tiap kelurahan dan unit lingkungan sedangkan supermarket memiliki skala pelayanan wilayah.

Read More ..

Teori Dampak Lokasi Industri

1. Dampak ekonomi, meliputi:
a. Peningkatan produksi dan pendapatan
b. Pengurangan pengangguran
Pengaruh langsung dari dampak ini pada umumnya dirasakan oleh masyarakat sekitar lokasi industri tersebut untuk kemudian meluas ke daerah dan bahkan mungkin ke tingkat nasional.

2. Dampak Lingkungan
Adapun klasifikasi dampak lingkungan adalah sebagai berikut:
a. Kelompok dampak lingkungan alam
Flora dan fauna penghidupan serangga organisme serta makhluk ekologi dalam tanah dan air
b. Kelompok dampak lingkungan manusia:
-Keindahan lingkungan fisik dan alam
Keindahan daerah perkotaan dan pedesaan termasuk pemandangan dan kemungkinan untuk dinikmatinya
-Dampak pemanfaatan:
1) Tanah termasuk penangkapan ikan dan berburu binatang
2) Pemanfaatan lainnya di daerah yang bersangkutan
c. Kelompok dampak terhadap kesehatan, keamanan dan kenyamanan
-Terhadap kesehatan melalui gangguan yang dibawakan oleh kegaduhan
-Terhadap kesehatan melalui pengotoran air dan udara termasuk sampah dan radiasi
-Gangguan kesehatan, kenikmatan dan kenyamanan yang dibawakan oleh debu, asap, panas, cahaya, getaran dan angin.
-Terhadap kenyamanan dan keamanan pejalan kaki melalui lalu lintas dan lalu lalang
d. Kelompok dampak terhadap sosial budaya
-Terjadi karena terpecahnya atau terganggunya masyarakat atau kelompok yang ada
-Melalui gangguan atau pemisahan dan perubahan perumahan atau tetangga
-Gangguan terhadap pola penghidupan yang membudaya dan peningkatan purbakala
3. Dampak Sosial Budaya
4. Dampak Kesejahteraan Umum
Memiliki 3 aspek, yaitu:
a. Jenis
b. Intensitas
c. Daerah
Read More ..

Teori Pertumbuhan Pembangunan

Untuk melaksanakan cara pandang terhadap pembangunan/paradigma pembangunan, perlu dirumuskan teori-teori pembangunan itu sendiri. Teori pembangunan yang selama ini digunakan di Indonesia dan beberapa negara sedang berkembangn adalah:
1. Teori W.W. Rostow: Lima Tahap Pembangunan
a. Masyarakat Tradisional
Ilmu pengetahuan pada masyarakat jaman ini masih belum banyak dikuasai. Karena itu, masyarakat semacam ini amsih dikuasai oleh kepercayaan-kepercayaan terhadap kekuatan di luar kekuasaan manusia

b. Prakondisi Lepas Landas
Keadaan ini bisa terjadi karena adanya campur tangan dari luar, dari masyarakat yang lebih maju. Perubahan ini tidak datang karena faktor-faktor internal masyarakat tersebut., karena pada dasarnya masyarakat tradisional tidak mampu utnuk merunah dirinya sendir. Ca,pur tangan dari luar ini menggoncangkan masyarakat tradisional itu. Di dalamnya mulai berkembang ide pembaharuan.
c. Lepas Landas
Periode ini ditandai dengan tersingkirnya hambatan-hambatan yang menghalangi proses pertumbuhan ekonomi.
d. Bergerak ke Kedewasaan
Setelah lepas landas, akan terjadi proses kemajuan yang harus bergerak ke depan, meskipun kadang-kadang terjadi pasang surut. Sesudah 60 tahun sebuah negara lepas landas ( atau 40 tahun setelah periode lepas landas berakhir) tingkat kedewaasaan biasanya tercapai.
e. Jaman Konsumsi Massal yang Tinggi
Pada periode ini, investasi untuk meningkatkan produksi tidak lagi menjadi tujuan yang plaing utama. Pada titik ini pembangunan sudah merupakan sebuah proses yang berkesinambungan, yang bisa menopang kemajuan secara terus-menerus.

2. Teori Alex Inkeles dan David H. Smith
Pembangunan bukan sekedar perkara pemasokan modal dan teknologi saja. Tetapi dibutuhkan manusia yang dapat mengembangkan sarana material tersebut supaya menjadi produktif. Untuk ini, dibutuhkan manusia modern. Manusia modern yaitu:
a. Keterbukaan terhadap pengalaman dan ide baru
b. Berorientasi ke masa sekarang dan masa depan
c. Punya kesanggupan merencanakan
d. Percaya manusia bisa menguasai alam

3. Paul Baron
a. Sentuhan negara kapitalis yang mematikan dan kritinisme
b. Kapitalisme di negara-negara barat bisa berkembang karena:
-Teori produksi diikuti dengan tercabutnya masyarakat/ petani di pedesaan
-Teori produksi dan terjadinya pembagian ketja yaitu majikan dan buruh
-Mengumpulnya harta di tangan pedagang dan tuan tanah

4. Teori Harrod-Domar: Tabungan dan Investasi
Yaitu bahwa pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh tingginya tanbungan dan investasi. Kalau tabungan dan investasi rendah, pertumbuhan ekonomi masyarakat atau negara tersebut juga akan rendah.

5. Teori Max Weber- Etika Protestan
Teori Weber mempersoalkan masalah manusia yang dibentuk oleh nilai-nilai budaya di sekitarnya, khususnya nilai-nilai agama. Dia membahas bermacam gejala kemasyarakatan, misalnya tentang perkembangan bangsa-bangsa di dunia, tentang kepemimpinan, tentang birokrasi, dan sebagainya. Salah satu topik yang penting bagi masalah pembangunan yang dibahas oleh Max Weber adalah tentang peran agama sebagai faktor yang menyebabkan munculnya kapitalisme di Eropa Barat dan Amerika Serikat.
6. Teori David Mcclelland (Dorongan berprestasi atau N-Ach)
McClelland mengamil kesimpulan bahwa untuk membuat sebuah pekerjaan berhasil, yang paling penting adalah sikap terhadap pekerjaan tersebut. Kalau dalam sebuah masyarakat ada banyak orang yang memiliki N-Ach yang tinggi, dapat diharapkan masyarakat tersebut akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi.

7. Teori Bert F. Hoselitz: Faktor-faktor Non-Ekonomi
a. Faktor-faktor non ekonomi adalah kondisi lingkungan
b. Masalah lain selai modal adalah keterampilan
c. Perlunya perubahan lembaga (sospol) yang memenuhi pemasukan modal pada masa produktif
d. Unsur-unsur yang perlu dipatok untuk pembangunan yaitu:
-Pemasokan modal besar dan perbankan
-Pemasokan tenaga ahli dan terampil

8. Theotenio Dos Santos
a. Negara satelit hanya bayangan dari negara metropolis
b. Tiga bentuk ketergantungan yaitu:
-Ketergantungan negara kolinial
-Ketergantungan finansial-industrial
-Ketergantungan teknologis-industrial
c. Tiga hambatan negara terbelakang memiliki industrialisasi
-Butuh valuta asing untuk mengimpor teknologi
-Neraca perdagangan internasional terus defisit karena:
1) Nilai tukar komoditi primer lebih besar dari industri
2) Sektor ekonomi perdagangan dinamis dikuasai oleh modal asing
3) Pinjaman luar negeri penting
-Adanya monopoli teknologi dari negara-negara pusat memaksa negara pinggiran untuk menyewa teknologi mereka

9. Teori Ketergantungan Klasik Pembangunan Keterbelakangan (andre Gunder Frank)
a. Terpengaruh Presbisch
b. Keterbelakangan merupakan proses ekonomi, politik, sosial sebagai akibat globalisasi dari sistem kapitalisme
c. Membahas hubungan politis antara modal asing dengan golongan yang berkuasa di negara satelit
d. Komponen utama:
-Modal asing
-Pemerintah lokal di negara satelit
-Kaum borjuisnya
e. Ciri-ciri perkembangan kapitalisme satelit:
-Kehidupan ekonomi yang tergantung
-Terjadinya kerjasama modal asing kelas-kelas yang berkuasa di negara satelit
-Terjadinya ketimpangan kaya-miskin di negara satelit

Read More ..

Tiga Kelompok Pokok Teori Perancangan Kota

Pada umumnya para arsitek tertarik mengenai teori- teori yang memandang kota sebagai produk. Akan tetapi kelompok teori tersebut sudah memiliki sifat kompleks. Itulah salah satu alasan utama mengapa banyak arsitek dan perancang kota sering gagal jika mendesain sebuah kawasan kota dengan baik, yakni karena belum memahami lingkup dan hubungan rumit yang ada antara teori-teori tersebut. Tidak ada satu jawaban atau satu teori pun yang menjelaskan bagaimana sebuah kawasan seharusnya dirancang sebagai sebuah produk perkotaan.

Walaupun demikian, kesulitan tersebut tidak perlu membingungkan karena dalam perancangan kota dikenal tiga kelompok secara arsitektural yang sangat berguna bagi para perencanaan kota, khususnya jika perancang memperhatikan implementasi teori yang satu dan teori yang lain karena setiap teori mempunyai kelemahan dan kelebihan masing-masing. Oleh sebab itu, teori perlu digabungkan satu dengan yang lain supaya daptar diperoleh suatu analisis kota dan arsitektur yang bermakna sebagai landasan perancangan kota secara arsitektural. Roger Trancik sebagai tokoh perancangan kota mengemukakan bahwa ketiga pendekatan kelompok teori berikut ini merupakan landasan penelitian perancangan perkotaan, baik secara historis maupun modern. Ketiga pendekatan tersebut sama-sama memiliki suatu potensi sebagai strategi perancangan kota yang menekankan produk perkotaan secara terpadu.

Teori F igure / G round
Teori pada kelompok pertama ini dapat dipahami melalui pola per-kotaan dengan hubungan antara bentuk yang dibangun (building mass) dan ruang terbuka (open space). Analisis figure/ ground adalah alat yang baik untuk:
- mengidentifikasikan sebuah tekstur dan pola-pola tata ruang perkotaan (urban public);
- mengidentifikasi masalah keteraturan massa/ruang perkotaan.
Kelemahan analisis figure/ground muncul dari dua segi:
- perhatiannya hanya mengarah pada gagasan-gagasan ruang perkotaan yang dua dimensi saja;
- perhatiannya sering dianggap terlalu statis.


Teori Linkage
Teori pada kelompok kedua dapat dipahami dari segi dinamika rupa
perkotaan yang dianggap sebagai generator kota itu. Analisis linkage
adalah alat yang baik untuk memperhatikan dan menegaskan hubungan-hubungan dan gerakan-gerakan sebuah tataruang perkotan (urban public).
Kelemahan analisis linkage muncul dari segi lain kurangnya perhatian dalam mendefinisikan ruang perkotaan (urban public) secara spasial dan kontekstual.

Teori Place
Teori pada kelompok ketiga dipahami dari segi seberapa besar kepentingan tempat-tempat perkotaan yang terbuka terhadap sejarah, budaya, dan sosialisasinya. Analisis place adalah alat yang baik untuk:
- memberi pengertian mengenai ruang kota melalui tanda kehidupan perkotaannya.
- memberi pengertian mengenai ruang kota secara kontekstual.
Kelemahan analisis place muncul dari segi:
- perhatiannya yang hanya difokuskan pada satu tempat perkotaan saja.

Dimensi Manusia
Konsep mengenai ruang berkembang seiring dinamika pemikiran di ranah filsafat dan ilmu pengetahuan. Pembahasan mengenai ruang memiliki kecenderungan mengarah ke dalam dua hal yaitu ruang sebagai suatu realitas tersendiri yang dapat terlepas dari pengalaman-pengalaman manusia oleh karena itu bersifat obyektif, serta ruang sebagai konsepsi manusia sehinga bersifat subyektif dan bersifat kontekstual.
Gropius menyebut empat aspek ide ruang. Konsep yang pertama adalah illusory space yang imaterial dan berasal dari intuisi manusia dan secara eksklusif merupakan bagian dari dunia pemikiran. Sejajar dengan pengertian ruang Kant, dalam konsep ini, ruang merupakan ide bukanlah obyek empirik. Gropius membedakan ide ruang ini dengan mathematical space yang berkaitan dengan metode untuk merealisasi ruang aktual dengan menggunakan sarana gambar.
Konsep ketiga adalah material space. Disini ruang dipahami sebagai obyek teraba (ruang taktil) atau lebih luas lagi ruang inderawi yang termasuk dalam kategori ruang persepsional. Kategori keempat adalah artistic space yang vital dan emosional. Konsep ini mewakili ruang spiritual yang dibentuk oleh atribut-atribut fisik dan intelektual manusia sehingga tercapai ekspresi emosional. Pada kategori keempat ini manusia; semangat, jiwa serta lingkungan fisiknya dikombinasikan menjadi satu keutuhan.
Konsep mengenai tempat (topos) sebagai suatu dimana setiap elemen fisik cenderung berada dan melingkungi obyek yang ada padanya. Dari pengertian ini, tempat didefinisikan sebagai lingkungan terbatas, sebatas yang dipersepsi oleh manusia. Ruang alam semesta tak terbatas, hingga ketika para filsuf dari aliran eksistensialisme dan fenomenologis kembali mempertanyakan konsep ruang tak terbatas, ide Aristoteles itu dilahirkan kembali dengan penekanan aspek manusia sebagai subyek yang mengalami ruang.
Eksistensi manusia dalam ruang dan waktu bukan saja merupakan proses mengenali obyek-obyek. Bukan juga sekedar aktivitas kognitif yang terjadi akibat proses persepsinya tentang obyek-obyek; relasi individu-obyek. Suatu proses mendalam “mengetahui”, “merasakan“ dan “menyadari” dalam kerangka pikiran untuk mecapai pemahaman mengenai eksistensi manusia
Tiga aspek utama yang menjadi kajian dalam desain interior, yaitu ruang, alat dan manusia sebagai subyek. Sepanjang sejarah kebudayaan, manusia selalu mengembangkan nilai-nilai menjadi sistem nilai dari generasi ke generasi. Diantara sekian nilai yang dimiliki oleh manusia selaku subyek, adalah 'rasa'.
Perencanaan kota sudah lama didominasi oleh kaum rekayasawan yang melihat kota dari aspek fisik dan keruangan, terutama yang menyangkut tata guna lahan, sistem transportasi dan jaringan infrastruktur, serta lain-lain yang penekanannya terlalu condong ke arah fisik spasial kota. Ruang-ruang terbuka tidak dirancang sejak awal, tetapi sekadar dikenai perlakuan kosmetik terhadap ruang yang sudah dijejali bangunan.
Bangunan-bangunannya pun dirancang sebagai elemen yang individual yang lepas kaitannya antara satu dan lainnya, tidak ada keserasian tata ruang dan massa. Dampak yang paling terlihat dari adanya pola tersebut adalah banyak dijumpai ruang-ruang terbuka yang tidak terstruktur dan tidak terencana, sehingga menimbulkan citra yang negatif terhadap ruang tersebut.
Yang lebih merisaukan lagi adalah adanya kekuatan para penentu kendali ekonomi dan pembuat keputusan tentang lansekap sebuah kota, di mana dimensi ekonomi memenangkan persaingan atas dimensi ekologi, kesehatan, maupun sosial. Hal tersebut cenderung menampilkan jati diri sebuah kota sebagai kota teknopolis atau kota yang keras, yaitu mendewakan teknologi, memerangi alam dan mengerdilkan manusia.
Alih fungsi peruntukan ruang hijau ke fungsi lain banyak ditemui di kota-kota besar di Indonesia, salah satunya karena belum adanya kemauan politik dan kebijakan pemerintah, serta belum optimalnya partisipasi masyarakat yang mendukung keberadaan ruang terbuka kota. Sehingga, ruang terbuka kota hanya diartikulasikan sebagai pelengkap dan pengisi ruang sisa kota, bukan sebagai elemen pembentuk kota.
Citra sebuah kota sesungguhnya tidak sekadar terbentuk dari monumen-monumen pencakar langit yang arogan di tengah kota, tetapi juga tercipta oleh suatu nuansa gerak, antara kegiatan manusianya dengan massa pembentuk kota itu sendiri, yang merupakan perpaduan antara unsur-unsur yang bersifat alam maupun buatan, sehingga mewujudkan kota yang lembut dan manusia (humanopolis).
Ketiga unsur pembentuk kota tersebut akan saling bersinergi dan berkontribusi yang pada akhirnya secara sistemik akan menghasilkan suatu ekosistem yang unik. Keunikan tersebut akan menciptakan sebuah karakteristik wilayah yang membedakan secara signifikan dengan wilayah lain.

Dimensi Estetika
Aspek-aspek subyektif juga terkait dengan unsur-unsur obyektif sebagai akibat dari kesepakatan-kesepakatan yang merupakan konsekuensi logis dari mahluk sosial. kemudian selama berabad-abad menjadi bahan studi dan dibuat semacam konstruksi dalam filsafat yang kemudian disebut sebagai estetika.
Meskipun estetika sebagai suatu pemikiran telah berlangsung berabad-abad yang lampau, namun Estetika sebagai sebuah nama pada sebuah disiplin filsafat baru dimulai sejak tahun 1750, yang mempelajari persepsi inderawi manusia (Baumgarten pencetus gagasan ini menyebutnya episteme aisthetike, yang kemudian disingkat menjadi Aesthetik). Disiplin itu kemudian menyempit artinya menjadi terbatas pada bidang seni, dan khususnya karya seni. Ditinjau dari perkembangan kesejarahan yang berkaitan dengan 'history of thought', wacana mengenai estetika berkembang dalam bentuk teori tentang keindahan dan teori tentang seni.

Read More ..

TEORI PERTUMBUHAN TAHAP LINEAR ROSTOW

TEORI PERTUMBUHAN TAHAP LINEAR ROSTOW

Bagi teori ini, ia melihat ekonomi pembangunan sebagai satu proses linear. Akan tetapi, model Rostow telah gagal kerana andaian yang salah dalam struktur unit akaun kerana tabungan dan pelaburan yang rendah dalam negara sedang membangun. Terdapat banyak idea mengenai tahap pembangunan pada akhir abad 18. Adam Smith merupakan tokoh pertama yang menyatakan bahawa setiap masyarakat tumbuh melalui 4 tahap iaitu memburu, paderi, pertanian dan perkilangan. Bagi Karl Marx pula, sesebuah masyarakat tumbuh melalui Feudalisme, Kapitalisme, Sosialisme dan Komunisme. Dalam modal pertumbuhan tahap W. Rostow pula, pembangunan didefinisikan berdasarkan tambahan idea-idea kedua-dua tokoh ini.

Pada awal 50s, selepas Perang Dunia II, kebanyakan negara yang dijajah telah mendapat merdeka. Bawah regim komunis, negara yang baru merdeka merupakan Negara kapital telah cuba menggunakan polisi yang ketat bagi meletakkan negara yang kurang membangun kepada sebahagian pembangunan. Dalam perancangan U.S.Mashall telah berjaya mengubah daripada negara yang berasaskan pertanian kepada negara sedang membangun yang menjalankan kegiatan industri dan memimpin maklumat bagi teori tahap Rostow's. Dalam peralihan daripada negara kurang membangun kepada negara membangun, beberapa tahap dalam proses bagi sesebuah negara haruslah dilalui. Rostow's telah menghuraikan tahap-tahap ini kepada 5 tahap iaitu yang dikenali sebagai Teori Pembangunan Linear.

TAHAP TEORI PERTUMBUHAN LINEAR ROSTOW

TAHAP 1: MASYARAKAT TRADISIONAL (TRADITIONAL SOCIETY)
Ini merupakan tahap paling awal sesebuah negara dalam mencapai pembangunan yang lebih kurang sama dengan masyarakat memburu Adam Smith dan masyarakat Feudal Karl Marx.

TAHAP 2: PERUBAHAN (TRANSITIONAL STAGE)
Tahap ini merupakan prasyarat bagi tahap lepas landas (take-off). Dalam tahap ini, terdapat pertumbuhan tabungan, pelaburan dan pengusahaan. Lebihan perdagangan akibat pertumbuhan telah menyokong kemunculan infrastruktur pengangkutan.

TAHAP 3: LEPAS LANDAS (THE TAKE-OFF)
Tahap ini adalah tahap dalam penting daripada 5 tahap model Rostow. Terdapat 3 ciri utama dalam sektor ini yang dapat dikenal pasti.
-Terdapat peningkatan dalam pelaburan secara produktif iaitu mencapai pertumbuhan daripada bawah 5% kepada lebih daripada 10% daripada pendapatan negara.
-Terdapat kadar pertumbuhan yang tinggi bagi pembangunan dalam satu atau lebuh sektor perkilangan.
-Kewujudan yang cepat bagi rangka kerja politik, sosial dan institusi yang mendorong perkembangan sektor moden.

TAHAP 4: MENUJU KE ARAH KEMATANGAN (DRIVE TO MATURITY)
Ia adalah tahap di mana semua rintangan atau halangan bagi lepas landas (take-off) diatasi atau diubah suai. Masyarakat harus melancarkan diri kepada masyarakat yang dapat menampung keperluan asas bagi mencapai pertumbuhan ekonomi.

TAHAP 5: PERBELANJAAN TINGGI (HIGH MASS CONSUMPTION)
Ini merupakan tahap jangkaan. Semua masalah sebelum pembangunan dapat diselesaikan dan masyarakat akan mencapai tahap perbelanjaan yang tinggi jika keempat-empat tahap ini dicapai.


IMPLIKASI
Pembangunan memerlukan pelaburan yang banyak dalam modal pelengkapan. Bagi menggalakkan pertumbuhan dalam negara sedang membangun, pelaburan harus dicipta untuk memenuhi keperluan ekonomi bagi mencapai tahap perubahan. Model Rostow agak terhad bagi menerangkan pembangunan. Biasanya, penentuan bagi tahap pembangunan ekonomi sesebuah negara adalah bergantung kepada kualiti dan kuantiti sumber, teknologi sesebuah negara, dan struktur institusi sesebuah negara misalnya peraturan kontrak. Rostow telah menerangkan pengalaman pembangunan negara barat tetapi tidak menerangkan pengalamannya dalam bentuk kebudayaan dan tradisi yang berbeza yang merupakan kekangan yang dapat mempengaruhi pembangunan sesebuah Negara. Contohnya Sub Sahara hanya mempunyai sedikit pengalaman dalam ekonomi pembangunan sahaja.


MODEL HARROD-DOMAR

LATAR BELAKANG
Modal ini diperkenalkan oleh Sir Roy F. Harrod (1900-1978) & Evsey Domar (1914-1997) yang merupakan tokoh paling awal mengkaji teori umum yang dicipta oleh Keynes. Mereka mengkaji teori ini secara berasingan sehingga membentuk apa yang diketahui dengan analisis pertumbuhan Harrod-Domar. Domar membezakan output sebenar dengan output potensi di mana output sebenar adalah bergantung kepada permintaan pengguna manakala output potensi pula bergantung kepada pelaburan stok modal. Harrod pula menjelaskan perhubungan antara pertumbuhan modal dengan pertumbuhan output. Apabila pelaburan modal meningkat, pengeluaran output juga akan meningkat. Akhirnya, teori yang disampaikan oleh kedua-dua tokoh ini telah memberi satu kesimpulan yang sama yang diberi nama sebagai Modal Harrod-Domar.


MODEL PERTUMBUHAN DOMAR

1. Penciptaan Kapasiti Kesan Daripada Pelaburan
Domar menyatakan pelaburan bersih yang dilaburkan ke dalam stok modal akan menyebabkan pengeluaran kapasiti ekonomi bertambah dan seterusnya menyebabkan pendapatan negara meningkat. Beliau berpendapat bahawa perubahan dalam kapasiti pengeluaran (Perubahan Yq) adalah bergantung kepada tahap pelaburan (I) dan potensi produktiviti pelaburan baru (s).

Perubahan Yq = Is--------------------(1.1)

Andaikan potensi produktiviti pelaburan baru (s) ialah 0.3, Kecenderungan Menabung Marginal (MPS) ialah 0.2 dan keseimbangan pendapatan asal ialah RM500 juta. Jadi, tabungan akan menjadi RM100 juta kerana pelaburan adalah sama dengan penabungan (I=S) dalam keseimbangan pendapatan. Pelaburan yang bernilai RM100 juta itu akan menyebabkan peningkatan kapasiti pengeluaran ekonomi dan potensi pendapatan sebanyak RM30 juta (RM100 juta x 0.3). jadi, pendapatan negara sekarang ialah RM530 Juta (RM500 + RM30 juta). Jika pendapatan negara pada masa sekarang masih mempunyai baki RM500 juta selepas pertambahan perbelanjaan pelaburan, ini bermakna ekonomi negara dengan baik dan mempunyai masalah pengangguran. Pelaburan sebenarnya akan mengembangkan kapasiti negara untuk peningkatan pengeluaran output dan pendapatan negara.

2. Penciptaan Permintaan Berkesan Daripada Pelaburan
Oleh sebab fungsi perbelanjaan pengguna dalam model Keynesian adalah stabil, jadi pertambahan pendapatan akan menyebabkan pertambahan dalam perbelanjaan pengguna. Perbelanjaan pelaburan merupakan sumber yang boleh meningkatkan permintaan agregat dari semasa ke semasa. Jadi, jumlah perbelanjaan pelaburan pada tahun akan datang mesti melebihi jumlah perbelanjaan pada masa kini.

Perubahan Yd = Perubahan I (1/a)--------------------(1.2)
Di mana,
Perubahan Yd = Perubahan pendapatan negara.
Perubahan I = Perubahan dalam perbelanjaan pelaburan.
a = Kecenderungan Menabung Marginal (MPS).

MPS = 1-MPC (Kecenderungan Mengguna Marginal). Sekiranya MPC meningkat, MPS (a) akan jatuh dan nilai pengganda (1/a) akan menjadi nilai yang besar. Jadi, pertambahan pelaburan akan mempengaruhi besar terhadap pertambahan pendapatan negara.

3. Keperluan Bagi Keseimbangan Pertumbuhan.
Domar berpendapat bahawa keseimbangan bergantung kepada kadar pertumbuhan pendapatan yang melibatkan guna tenaga penuh sepanjang masa. Ia akan mencapai keseimbangan apabila perubahan dalam kapasiti pengeluaran (Perubahan Yq) dalam persamaan (1.1) sama dengan keberkesanan permintaan (Perubahan Yd) dalam persamaan (1.2).

Perubahan Yq = Perubahan Yd--------------------(1.3)

Kemudian gantikan nilai bagi perubahan Yq dan Perubahan Yd ke dalam persamaan (1.3)

Is = Perubahan I (1/a)--------------------(1.4)
Perubahan I/I = s a--------------------(1.5)

Untuk mendapatkan kadar pertumbuhan pendapatan bersesuaian dengan pertumbuhan pendapatan kapasiti, kadar peratusan peningkatan pelaburan (Perubahan I/I) mestilah sama dengan potensi produktiviti pelaburan (s) dan kecenderungan penabungan (a). Berdasarkan contoh di atas yang telah digunakan, pendapatan negara telah meningkat dari RM500 juta kepada RM530 juta sebanyak 6%. Oleh sebab kecenderungan tabungan ialah 0.2, jadi gandaan 1/a ialah 5 (1/0.2). jadi untuk mencapai peningkatan pendapatan sebanyak RM6 juta (RM30 juta/5). Pelaburan pada awal tahun ini telah meningkat sebanyak 6% (RM6 juta/RM 100 juta). Kita boleh mengenal pasti kenyataan ini melalui persamaan (1.5) di mana peningkatan pendapatan (Perubahan I/I) berkadar sebanyak 0.06 (6%) adalah sama dengan pendaraban potensi produktiviti pelaburan (s = 0.3) dengan kecenderungan menabung (a = 0.2).


MODEL PERTUMBUHAN HARROD-DOMAR
Dalam sesebuah ekonomi, sebahagian nisbah pendapatan negara harus disimpan untuk menggantikan barangan modal yang digunakan untuk bangunan, kelengkapan dan material. Manakala pelaburan yang baru pula amat diperlukan dalam mewakili stok modal. Andaikan terdapat hubungan secara langsung antara saiz jumlah stok modal dengan GNP (Y). jika modal sebanyak RM3 adalah diperlukan untuk menghasilkan RM1 GDP. Ini bermakna pelaburan baru dalam stok modal akan meningkatkan output negara iaitu GDP akan meningkat. Ini bermakna Nisbah Modal-Output adalah 3:1.

Katakan,
k = nisbah modal output
s = nisbah tabungan negara

Kadar output ditetapkan pada 6% dan jumlah pelaburan baru adalah ditentukan oleh tabungan. Maka kita boleh menghasilkan satu modal pertumbuhan ekonomi yang mudah.

Tabungan merupakan sebahagian kadar daripada pendapatan negara (Y). ini bermakna tabungan bahagian linear dengan Y.

S = sY--------------------(1.1)

Pelaburan (I) merupakan perubahan dalam stok modal, k dan akan diwakili oleh perubahan K.

I = Perubahan K--------------------(1.2)

Oleh kerana jumlah stok modal, k, mempunyai hubungan secara langsung dengan output iaitu Y, maka nisbah Modal-Output,

k = K/Y
k = Perubahan K/Perubahan Y

Maka,
Perubahan K = k Perubahan Y--------------------(1.3)

Akhirnya tabungan akan sama dengan pelaburan.

S = I--------------------(1.4)

Daripada persamaan (1.1), kita tahu bahawa S = sY adalah daripada (1.2) dan (1.3). ini bermakna

I = Perubahan K = k Perubahan Y

Jadi,
S = sY = x Perubahan Y = Perubahan K = I--------------------(1.5)
sY = k Perubahan Y--------------------(1.6)
Perubahan Y/Y = s/k--------------------(1.7)

Dengan, Perubahan Y/Y = kadar pertumbuhan ekonomi negara

Persamaan (1.7) merupakan persamaan ringkas yang terkenal dalam Teori Pertumbuhan ekonomi Harrod-Domar yang menyatakan nisbah pertumbuhan bagi GNP (Perubahan Y/Y) yang ditentukan dengan gabungan nisbah tabungan s dan Nisbah Modal-Output, k. Tanpa campur tangan kerajaan, nisbah pertumbuhan pendapatan negara mempunyai hubungan positive dengan nisbah tabungan. Ini bermakna semakin tinggi tabungan dan pelaburan, semakin tinggi pertumbuhan bagi GNP dicapai. Akan tetapi GNP adalah berhubung negatif dengan Nisbah Modal-Output,k iaitu semakin tinggi k, semakin rendah nisbah pertumbuhan bagi GNP.

Kesimpulannya, untuk meningkatkan atau mencapai pertumbuhan, sesebuah ekonomi mesti menabung untuk tujuan melabur dalam GNP. Semakin banyak mereka simpan dan labor, semakin cepat pertumbuhan berlaku. Sebenarnya, berapa tambahan output daripada tambahan unit pelaburan boleh diukur dengan terbalikkan Nisbah Modal Output, k. Ia akan menjadi 1/k (nisbah output-modal) atau nisbah output pelaburan. Kemudian, darabkan nisbah pelaburan baru, s = I/Y dengan produktiviti. 1/k akan memberi Nisbah Pendapatan Negara atau GNP akan meningkat.


HALANGAN-HALANGAN
Dalam modal Pertumbuhan Harrod-Domar, pertumbuhan ekonomi adalah pertambahan kadar tabungan pendapatan negara. Jika kita dapat menaikkan nilai s, kita akan dapat meningkatkan Perubahan Y/Y iaitu Nisbah Pertumbuhan GNP.

Contoh
Andaikan Nisbah Modal-Output=3 dalam sesetengah negara yang kurang membangun dan kadar tabungan agregat = 6% daripada GNP, ini bermakna negara tersebut telah tumbuh 2% setahun sebab

Perubahan Y/Y = s/k = 6%/3 = 2%

Jika kadar tabungan meningkat daripada 6%-15% melalui peningkatan cukai, bantuan negara sing dan sebagainya. Maka, pertumbuhan GNP akan meningkat daripada 2%-5%

Perubahan Y/Y = s/k = 15%/3 = 5%

Pada hal, Rostow mendefinisikan tahap lepas landas (take-off) dengan teliti bahawa Negara yang mampu menabung 15-20% daripada GNP dan ia boleh tumbuh dengan kadar yang lebih cepat. Tambahan pula, dengan pertumbuhan ini, ekonomi akan capai keadaan menampung keperluan asas. Dalam pertumbuhan ekonomi dan pembangunan terdapat peningkatan tabungan dan pelaburan yang ketara.


KEKANGAN-KEKANGAN MODEL
Kekangan pertama adalah tahap modal baru yang rendah di kebanyakan negara yang miskin merupakan masalah yang utama untuk mencapai pertumbuhan. Misalnya, jika negara hendak mencapai pertumbuhan katakan pada kadar 7% setahun. Jika ia tidak dapat menghasilkan tabungan dan pelaburan pada kadar 21% daripada pendapatan negara tetapi hanya mampu menghasilkan tabungan 15%. Ini bermakna terdapat jurang tabungan sebanyak 6% antara pelaburan bantuan asing atau pelaburan swasta. Kedua adalah tahap kekayaan modal sesebuah negara iaitu pendekatan pertumbuhan dan pembangunan menjadi lebih rasional dengan alat yang bersifat oportunis bagi membuktikan pemindahan modal dan teknikal daripada negara membangun kepada negara kurang membangun.


KESIMPULAN
Dalam Teori Pembangunan Linear Rostow, sesebuah negara yang hendak mencapai pertumbuhan ekonomi haruslah melalui beberapa tahap iaitu Tahap Masyarakat Tradisional, Tahap Perubahan, Tahap Lepas landas (take-off), Tahap Ke Arah Kematangan dan akhir sekali adalah Tahap Mencapai Perbelanjaan Tinggi. Mengikut Teori Rostow, pembangunan memerlukan pelaburan yang banyak dalam bentuk modal bagi menggalakkan pertumbuhan dalam negara terutama bagi negara yang sedang membangun. Manakala, bagi Modal Harrod-Domar pula, pelaburan amat diperlukan ke atas stok modal yang dapat mempengaruhi pengeluaran negara dan seterusnya menyebabkan pendapatan negara meningkat. Ini bermakna pertumbuhan sesebuah ekonomi adalah bergantung kepada tabungan yang ada yang akan digunakan untuk pelaburan. Semakin banyak tabungan sesebuah negara, semakin banyak pelaburan yang dapat dilakukan. Akan tetapi, dalam Modal Harrod-Domar, terdapat 2 kekangan yang utama dalam pertumbuhan negara iaitu tahap kapital baru yang rendah dan tahap kekayaan kapital yang bersifat oportunis bagi membuktikan pemindahan modal dan teknikal.
Read More ..

TRANSMIGRASI BERWAWASAN LINGKUNGAN

BAB I PENDAHULUAN


Latar Belakang

Program transmigrasi telah dilaksanakan sejak masa kolonial, yaitu sekitar tahun 1905 dan pada masa kemerdekaan Republik Indonesia dilanjutkan kembali pada tahun 1951. Setelah kegiatan pelaksanaan program transmigrasi berlanjut terus dan mencapai puncaknya (secara kuatitatif) pada masa Pelita III dimana pada masa itu berhasil dipindahkan sejumlah 500.000 Kepala Keluarga.

Selama penyelenggaraan program transmigrasi telah dibuka lahan seluas 3,622 juta ha dan dibangun sejumlah 3.325 Unit Permukiman Transmigrasi (UPT) yang tersebar di 21 propinsi, dan menampung 2.153.956 kk (± 8 - 10 juta jiwa) transmigran. Dalam perkembangan selanjutnya dari 82 UPT berkembang menjadi Ibu Kota Kecamatan dan sedikitnya ada 14 UPT yang telah berkembang menjadi Ibu Kota Kabupaten seperti Manggala di Propinsi Lampung, Pleihari di Propinsi Kalimantan Selatan, dan Timika di Propinsi Papua. Namun demikian tidak sedikit pula yang mengalami kegagalan sehingga UPT tersebut tidak dapat berkembang seperti yang diharapkan. Hal ini dapat dilihat dari adanya 56 UPT yang beberapa tahun lalu termasuk UPT bermasalah yang memerlukan penanganan khusus. Bahkan sebagian diantaranya masuk dalam kwadran 3 (pendapatan dan kesejahteraan transmigran rendah). Ketidakberhasilan tersebut telah menimbulkan berbagai gejolak dan kritik sosial terhadap penyelanggaraan transmigrasi. Beberapa kritik yang tercatat diantaranya adalah bahwa program transmigrasi merupakan proyek pemindahan kemiskinan, merusak lingkungan hidup dan dianggap ikut memacu konflik sosial.



Penyebab kegagalan di berbagai UPT tersebut antara lain karena pelaksanaan program transmigrasi sebagaimana program dan kegiatan pembangunan lainnya hanya mengejar kepentingan ekonomi sesaat dan kurang memperhatikan atau mempertimbangkan aspek lingkungan sosial, budaya dan kondisi lingkungan hidup setempat. Disamping itu pembangunan transmigrasi banyak didominasi oleh pemerintah pusat dengan kebijakan dan langkah-langkah yang ditempuh banyak yang bersifat sentralistik sehingga mengakibatkan terabaikannya aspirasi dan kreativitas masyarakat setempat. Implikasi lebih jauh dan kebijakan tersebut adalah, pembangunan transmigrasi tidak dilaksanakan dan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan lokal.

Saat ini dengan berlakunya UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara Pusat dan Daerah, penyelenggaraan transmigrasi akan dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan dan permintaan masyarakat dan pemerintah daerah setempat dan diarahkan pada penciptaan insentif melalui pembangunan kawasan dalam rangka menciptakan dinamika ekonomi baru guna mengurangi problem kemiskinan, keterbelakangan dan pengangguran, sehingga terwujud kawasan transmigrasi yang berkelanjutan.

Di tahun-tahun mendatang ini pembangunan kawasan transmigrasi lebih diarahkan untuk menangani masalah pengungsi dan meningkatkan taraf hidup penduduk setempat yg miskin/menganggur. Pengungsi merupakan permasalahan yang mendesak untuk diatasi, karena dapat menimbulkan masalah lain seperti meningkatnya angka pengangguran dan kejahatan serta berbagai keresahan sosial lainnya. Saat ini jumlah pengungsi yang harus ditangani berjumlah 256.828 KK (1.256.516 jiwa).

Menilik hal tersebut maka di masa mendatang ini pembangunan kawasan transmigrasi harus melibatkan seluruh pihak terkait termasuk para pelaku langsung yakni para transmigran. Disamping itu integrasi aspek sosial, ekonomi, politik, budaya dan lingkungan hidup perlu mulai dikembangkan sejak dini di setiap tahapan pembangunan ketransmigrasian.

Hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Presiden Megawati Soekarnoputri pada pidato kenegaraan tanggal 16 Agustus 2001 yang lalu sebagai berikut :

"Tidak banyak negara di dunia yang dianugrahi sumber daya alam yang demikian melimpah. Seandainya seluruh sumber daya alam tersebut selama ini kita kelola dengan baik, rakyat kita mestinya sudah dapat hidup dalam suasana yang jauh lebih sejahtera. Sekarang kita harus mencari akar penyebab mengapa keadaannya tidak demikian. Mungkinkan kekeliruan tersebut terletak pada visi dan strategi pembangunan yang pernah kita anut? Ataukah pada mekanisme dan prosedur kerja yang selama ini kita pergunakan? Ataukah pada demikian banyak penyimpangan dalam pelaksanaannya?"

Tujuan dan Kegunaan/Manfaat

- Tujuan

Tujuan penyusunan konsep ini adalah menyediakan rumusan yang lebih jelas dan tegas tentang konsep transmigrasi yang berwawasan lingkungan dalam rangka mewujudkan Kawasan Transmigrasi yang Berkelanjutan.

- Kegunaan/Manfaat

1. Sebagai acuan bagi unit kerja di lingkungan Depnakertrans dalam menyusun kebijakan Pengelolaan Lingkungan di kawasan transmigrasi.
2. Sebagai acuan dasar bagi unit kerja teknis di pusat maupun daerah dalam menyusun pedoman teknis maupun Petunjuk Pelaksanaan dalam mewujudkan Kawasan Transmigrasi yang Berwawasan Lingkungan.
3. Sebagai acuan Pola Kerja Aparat di Pusat, di Daerah dan Stakeholders dalam pembangunan Kawasan Transmigrasi yang Berwawasan Lingkungan.
Pengertian

Ekosistem ialah tatanan untsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas lingkungan hidup.

Lingkungan hidup ialah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.

Sumberdaya ialah unsur lingkungan hidup yang terdiri atas sumber daya manusia, sumber daya lam, baik hayati maupun non hayati, dan sumber daya buatan.

Daya dukung lingkungan hidup ialah kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi, dan / atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya.

Daya tampung sosial ialah kemampuan manusia dan kelompok penduduk yang berbeda-beda untuk hidup bersama sebagai suatu masyarakat secara serasi, selaras, seimbang, rukun, tertib dan aman.

Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup ialah upaya sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumberdaya, kedalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.

Pelestarian daya dukung lingkungan hidup ialah rangkaian upaya untuk melindungi kemampuan lingkungan hidup terhadap tekanan perubahan dan / atau dampak negatif yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan, agar tetap mampu mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lain.

Pelestarian daya tampung lingkungan hidup ialah rangkaian upaya untuk melindungi kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi, dan / atau komponen lain yang dibuang kedalamnya.

Pelestarian fungsi lingkungan hidup ialah rangkaian upaya untuk memelihara kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.

Pengelolaan lingkungan hidup ialah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup.

Konservasi sumberdaya alam ialah pengelolaan sumberdaya alam tak terbaharui untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana dan sumberdaya alam yang terbaharui untuk menjamin kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya.

Perusakan lingkungan hidup ialah tindakan yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik dan / atau hayatinya yang mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan berkelanjutan.

Kerusakan lingkungan hidup ialah perubahan sifat fisik dan atau hayati lingkungan hidup.

Amdal ialah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hisup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.

Ketransmigrasian ialah segala sesuatu yang berkaitan dengan penyelenggaraan transmigrasi.

Transmigrasi ialah perpindahan penduduk secara sukarela untuk meningkatkan kesejahteraan dan menetap di Wilayah Pengembangan Transmigrasi atau Lokasi Permukiman Transmigrasi.

Transmigran ialah warga negara Republik Indonesia yang berpindah secara sukarela ke Wilayah Pengembangan Transmigrasi atau Lokasi Permukiman Transmigrasi melalui pengaturan dan pelayanan Pemerintah.

Kawasan Transmigrasi ialah kawasan budidaya intensif direncanakan oleh pemerintah daerah untuk menampung perpindahan penduduk secara menetap dalam jumlah besar dengan susunan fungsi-fungsi kawasan sebagai tempat permukiman, pelayanan jasa, pemerintahan, sosial dan kegiatan ekonomi untuk menumbuhkan pusat pertumbuhan ekonomi.













BAB II PELAKSANAAN DAN PERMASALAHAN PROGRAM TRANSMIGRASI


Pelaksanaan Program

Dari aspek legal pertimbangan lingkungan telah dimasukkan pada pasal 2 UU No. 15 tahun 1997 tentang ketransmigrasian yang menyebutkan bahwa "Wawasan Lingkungan" merupakan salah satu azas dari 7 azas penyelenggaraan transmigrasi. Sedangkan dari segi organisasi sejak tahun 1983 berdasarkan pada Keputusan Menteri Transmigrasi No. Kep. 55a/MEN/1983 tentang Susunan Organisasi Departemen telah ada unit kerja yang menangani aspek lingkungan yaitu Direktorat Pendayagunaan Lingkungan pada Direktorat Jenderal Penyiapan Pemukiman. Akan tetapi sejak tahun 1994 berdasarkan Kepmen No. Kep 150/MEN/1994 tentang Susunan Organisasi Departemen, Direktorat Pendayagunaan Lingkungan dilikuidasi. Selanjutnya sejak tahun 2001 di Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Kep 23/MEN/2001 tentang Susunan Organisasi Departemen, dibentuk kembali unit kerja yang menangani aspek lingkungan yaitu Direktorat Bina Cipta Keserasian Lingkungan.

Dalam tahap perencanaan transmigrasi aspek lingkungan telah dipertimbangkan, seperti (1) menggunakan areal hutan yang berstatus hutan yang dapat dikonversi, (2) rekomendasi penggunaan lahan yang sesuai dengan kemampuan tanahnya, (3) pembatasan kelerengan, (4) pertimbangan aspek hidrologi. Sedangkan pada tahap pelaksanaan, pertimbangan aspek lingkungan telah dimasukkan dalam spesifikasi teknis pelaksanaan seperti (1) pengamanan jalur di sepanjang kiri - kanan sungai, (2) pembukaan lahan tanpa bakar, (3) pembukaan lahan secara manual dan/atau secara semi mekanis, (4) pembangunan bendali, konservasi tanah dan air dengan memanfaatkan bahan organik. Dalam tahap pembinaan masyarakat, telah dipertimbangkan aspek pembinaan sosial budaya maupun sosial ekonomi masyarakat seperti pengintegrasian budaya pendatang dengan budaya penduduk setempat, intensifikasi lahan pekarangan dan lahan usaha I, menjalin kemitraan pengusaha dan pembentukan koperasi.

Permasalahan

Meskipun pengintegrasian aspek lingkungan telah dilakukan dalam penyelenggaraan transmigrasi, namun dalam perjalanan pelaksanaannya masih ditemui berbagai kelemahan, terbukti bahwa pada dekade awal 1990-an masih ada beberapa golongan / kelompok masyarakat atau institusi, baik di dalam maupun di luar negeri yang kurang setuju terhadap penyelenggaraan transmigrasi karena program ini dianggap menjadi penyebab timbulnya masalah-masalah sebagai berikut :

1. Memberi sumbangan terhadap pengurangan luas hutan hujan tropis di Indonesia.
2. Memberi sumbangan terhadap proses degradasi lahan dan tidak memanfaatkan lahan secara efisien.
3. Memberi sumbangan terhadap berkurangnya keanekaragaman hayati dan sumber plasma nuftah.
4. Melanggar hak azasi manusia karena setengah memaksa dengan berbagai penerangan dan kampanye agar orang mau bertransmigrasi dengan imbalan tertentu.
5. Menciptakan eksklusifisme dan diskriminasi yang menyebabkan kecemburuan dan memicu terjadinya konflik sosial di daerah transmigrasi.
6. Jawanisasi dan memarjinalkan etnis lokal.
Pernyataan tersebut tidak sepenuhnya benar, tetapi memang dalam pelaksanaannya masih terdapat beberapa kelemahan dalam mengimplementasikan program yang belum sepenuhnya mengikuti ketentuan atau prosedur teknis yang berlaku, lingkungan strategis yang kurang mendukung dan paradigma penyelenggaraan transmigrasi yang tidak sesuai. Timbulnya masalah tersebut di atas disebabkan oleh antara lain sebagai berikut :

1. Penyelenggaraan yang Bersifat Teknosentris dan Sentralistik
Selama ini penentuan kebijakan dan penyusunan program penyelenggaraan transmigrasi banyak dilakukan terpusat di Jakarta dan top down. Selain itu kegiatan penyelenggaraan transmigrasi banyak dianggap sebagai pekerjaan yang bersifat teknis, atau didekati dengan pendekatan yang bersifat teknis. Ketentuan-ketentuan teknis tentang pengaturan perencanaan permukiman, pola usaha, hak transmigran dan pembinaan transmigran dianggap sama dan distandarisasi untuk seluruh Indonesia. Sedangkan para transmigrannya dianggap sebagai obyek yang dapat diatur dimana aspirasinya kurang mendapat perhatian.

2. Target Penyelenggaraan Transmigrasi Bersifat Kuantitatif Ketimbang Bersifat Kualitatif
Ukuran keberhasilan penyelenggaraan transmigrasi selama ini adalah besarnya transmigran yang dapat dipindahkan atau jumlah Unit Pemukiman TRansmigrasi (UPT) yang berhasil dibangun. Dibanding dengan pendekatan kualitatif, pendekatan kuantitatif memang dapat lebih cepat diketahui hasilnya dan lebih mudah diukur namun kita harus "membayar" kebijakan ini berupa kurangnya perhatian terhadap kualitas hidup transmigran dan kualitas penyelenggaraan transmigrasi, yang kemudian berakibat tidak tercapainya kesejahteraan para transmigran seperti yang diharapkan.

3. Pendekatan yang Bersifat Parsial
Selama ini pelaksanaan berbagai kegiatan pembangunan transmigrasi seolah-olah berdiri sendiri, tidak ada keterpaduan. Padahal kegiatan penyelenggaraan transmigrasi merupakan suatu rangkaian yang terkait satu dengan yang lainnya. Demikian juga koordinasi antar unit kerja pelaksana kegiatan transmigrasi juga kurang. Hal ini terjadi antara lain karena yang menjadi ukuran keberhasilan unit kerja tersebut adalah tercapainya target transmigran yang dipindahkan (yang lebih banyak ditentukan oleh anggaran) ketimbang tercapainya target kesejahteraan transmigran.

Upaya Perbaikan

Dengan telah ditemukenalinya faktor-faktor penyebab tersebut telah dilakukan upaya perbaikan yang lebih mempertimbangkan aspek-aspek lingkungan, antara lain, sebagai berikut :

1. Mempertimbangkan, mengembangkan dan mengintegrasikan desa lama yang ada (existing) dengan permukiman baru.
Untuk mencegah timbulnya kesan program transmigrasi bersifat eksklusif dan tidak menghargai budaya serta hak warga setempat, maka pembangunan permukiman transmigrasi tidak boleh terpisah jauh dari desa asli yang ada. Pembangunan permukiman transmigrasi harus terintegrasi dengan desa asli yang ada dengan pengertian desa asli bersama warganya mendapat prioritas pertama dari program transmigrasi yang diwujudkan dalam bentuk pembangunan / rehabilitasi prasarana dan sarana yang ada serta upaya-upaya pemberdayaan warga lokal.

2. Meningkatkan Kegiatan Land Clearing Menjadi Land Development
Kegiatan land clearing dilaksanakan dengan target akhir berupa tersedianya lahan yang siap tanam. Namun pada kenyataannya yang sering terjadi hanyalah lahan yang siap olah, bukan siap tanam. Hal ini dikarenakan (1) areal yang dibuka berupa hutan dengan tegakan kayu yang cukup rapat dan besar, atau (2) kegiatan land clearing untuk mencapai target luas areal yang dibuka dilaksanakan dengan pendekatan pekerjaan sipil (civil work). Implikasi dari hal ini adalah digunakannya alat-alat berat dengan spesifikasi untuk pekerjaan sipil tanpa mengindahkan aspek-aspek konservasi tanah. Fakta-fakta lapangan ini mendorong lahirnya tindakan-tindakan koreksi berupa langkah-langkah atau praktek untuk melakukan pengembangan lahan (land development) secara menyeluruh ketimbang praktek land clearing saja.



3. Penerapan Pendekatan Sosial Budaya
Warga Transmigran yang pada umumnya warga transmigran relatif lebih berdaya dari masyarakat lokal, ditambah lagi sifat penyelenggaraan transmigrasi yang cenderung eksklusif mengakibatkan timbulnya ekses negatif penyelenggaraan transmigrasi seperti (1) kecemburuan masyarakat lokal, (2) dianggap jawanisasi bahkan penghapusan etnis. Dengan pendekatan sosial budaya maka (1) eksistensi, adat istiadat dan kepentingan masyarakat lokal diperhatikan, (2) masyarakat lokal dan transmigran diperlakukan sama dan setara. Dengan pendekatan seperti ini maka masyarakat lokal sekitar kawasan transmigrasi dapat menerima secara terbuka dan memperoleh manfaat dari kedatangan transmigran.













BAB III TRANSMIGRASI DALAM KONTEKS PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN


Konsep Pembangunan Berkelanjutan

Secara konseptual, pembangunan berkelanjutan diartikan sebagai pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengorbankan kebutuhan yang akan diperlukan oleh benerasi mendatang. Konsepsi ini mengandung bebarapa makna penting, yaitu :

1. pemenuhan kebutuhan generasi saat ini terkandung pengertian mengatasi pula kemiskinan di negara-negara berkembang,
2. kemampuan untuk mengendalikan dan mendistribusikan secara seimbang kebutuhan intra generasi ini sangat ditentukan oleh teknologi dan kemampuan organisasi-organisasi sosial yang berkembang di masyarakat,
3. mendorong tumbuhnya keadilan dalam pemenuhan kebutuhan manusia baik inter maupun intra generasi.
Implikasi dari faham pembangunan berkelanjutan ini adalah perlunya sejak jauh-jauh hari diambil langkah-langkah untuk mengurangi tekanan eksploitasi sumberdaya alam, mengembangkan teknologi yang lebih adaptif dengan kondisi ekologi, serta membangun dan menjamin terciptanya akses yang seimbang ke sumber-sumber alam yang terbatas jumlahnya.

Komisi Bruntland, yang menelurkan konsepsi pembangunan berkelanjutan ini, merekomendasikan 7 (tujuh) kebijakan untuk pembangunan dan lingkungan adalah sebagai berikut :

1. Memikirkan kembali makna pembangunan.
2. Merubah orientasi pembangunan dari pertumbuhan ekonomi sebagai tolok ukur kemajuan pembangunan kepada mutu hasil pembangunan.
3. Memenuhi kebutuhan dasar yang berupa lapangan kerja, makanan, energi, air dan sanitasi.
4. Menjamin terciptanya keberlanjutan pada tingkat pertumbuhan tertentu.
5. Mengatur keseimbangan antara pemanfaatan dan konservasi sumberdaya.
6. Merubah arah perkembangan teknologi dan mengelola resiko.
7. Memadukan pertimbangan lingkungan dan ekonomi dalam pengambilan keputusan.
Ada 2 (dua) hal penting yang perlu diketahui dalam menyikapi kebijakan pembangunan dan lingkungan yang direkomendasikan oleh komisi Bruntland sebagai berikut :

1. Pertumbuhan adalah penting untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia, akan tetapi pembangunan berkelanjutan lebih dari sekedar pertumbuhan. Oleh karena itu, dipandang perlu melakukan perubahan dalam memandang hakekat pembangunan sebab sendi-sendi utama pembangunan yang dianut oleh sebagian besar negara di dunia adalah pada ekonomi kapitalisme yang salah satu penggerak utamanya terletak pada peningkatan konsumsi barang dan jasa, yang justru banyak memacu derasnya eksploitasi sember daya alam.
2. Masalah kerusakan sumberdaya alam dan pencemaran lingkungan yang melanda berbagai belahan dunia tidak dapat dipecahkan hanya melalui kekuatan teknologi atau institusi sosial. Karena salah satu penyebab utama kerusakan sumber daya alam dan pencemaran lingkungan justru terletak pada tatanan struktur sosial, ekonomi dan politik yang tumbuh di berbagai masyarakat dan negara, yang tidak kondusif untuk keberlanjutan pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan.
Agenda 21 Indonesia

Konperensi Bumi yang diadakan tahun 1992 di Rio de Janeiro telah menghasilkan Agenda 21, yakni suatu program aksi untuk mempersiapkan dunia menghadapi tantangan Abad 21 agar kualitas hidup manusia terus meningkat dan pembangunan terus berlanjut. Ini berarti bahwa kondisi tersebut dapat tercapai bila bumi dengan segala isi dan kehidupannya terjamin kelestariannya.

Agenda 21 merupakan pemulihan (transformasi) dari konsep pembangunan berkelanjutan yang berupa wacana menjadi pengikatan diri (commitment) dan arahan untuk melakukan tindakan nyata secara lokal dan kerjasama global secara terarah. Ada 7 (tujuh) aspek penting yang menjadi penekanan Agenda 21, yakni :

1. kerjasama internasional,
2. pengentasan kemiskinan,
3. perubahan pola konsumsi,
4. pengendalian kependudukan,
5. perlindungan dan peningkatan kesehatan,
6. peningkatan permukiman secara berkelanjutan,
7. integrasi lingkungan dalam pengambilan keputusan untuk pembangunan.
Dimensi sosial ekonomi dan politik Agenda 21 tersebut selanjutnya oleh masing-masing negara diterjemahkan menjadi program-program dan tindakan aksi lokal yang disesuaikan dengan kondisi masing-masing. Untuk Indonesia, ada 4 (empat) aspek yang menjadi prioritas nasional untuk pembangunan berkelanjutan seperti tercantum dalam agenda 21 Indonesia, yaitu :

1. pelayanan masyarakat (human services),
2. pengelolaan limbah,
3. pengelolaan sumberdaya tanah,
4. pengelolaan sumberdaya alam.
Transmigrasi dalam Konteks Pembangunan Berkelanjutan

Penyelenggaraan transmigrasi yang sarat dengan berbagai masalah seperti yang diutarakan pada Bab II pada dasarnya merupakan buah dari diterapkannya paradigma yang bersifat mekanistik oleh para penyelenggara pembangunan. Disadari atau tidak, para penetap kebijakan, pengambil keputusan, hingga para pelaksana teknis di lapangan menggunakan pola fikir, asumsi-asumsi dan aturan-aturan yang bersifat mekanistik, teknosentris, linier dan reduksionistik. Dalam paradigma mekanistik ini terkandung karakter : hubungan manusia dan alam saling terpisah (manusia mendominasi), menekankan aspek kuantitatif, satu arah, subyek dan obyek saling terpisah, dan teknologi dipandang sebagai unsur budaya yang dapat meningkatkan daya dukung seluas-luasnya. Karakter penting lainnya adalah sifatnya yang sentralistik, parsial dan keinginan untuk penyeragaman (homogenitas), sehingga cenderung terpacu disintegrasi (Capra, 1999).

Paradigma yang berakar dari hukum gerak Newton dan pemikir-filsof Descartes ini memang banyak membawa kemajuan pada kehidupan manusia, seperti sarana transportasi darat, laut dan udara, sistem persenjataan, dan konstruksi bangunan. Namun perjalanan peradaban manusia kemudian menunjukkan bahwa paradigma mekanistik ini ternyata gagal bila diterapkan pada sistem kehidupan seperti kehidupan sosial, pengelolaan hutan, pengelolaan danau dan sungai, atau bahkan kawasan transmigrasi. Paradigma yang telah menghujam lama dan berakar pada setiap individu dan kelompok atau golongan masyarakat modern ini telah menjadi inti dari berbagai akar masalah timbulnya kerusakan ekosistem hutan, degradasi keanekaragaman hayati, pencemaran ekosistem sungai dan laut, dan berbagai masalah lingkungan hidup yang kita jumpai saat ini.

Menurut Capra (1999) paradigma yang lebih tepat untuk penanganan atau pengelolaan suatu sistem kehidupan adalah paradigma ekologi. Paradigma ini berciri organik, sistemik, partisipasif, non-linier dan eksosentris. Karakter utamanya terletak pada hubungan manusia dan alam yang saling sinergi - tidak terpisah, penekanan pada kualitatif, dua arah, subyek dan obyek saling interaktif, dan ekologi menjadi penentu daya dukung lingkungan. Karakter lain dari paradigma ekologi ini adalah adanya sifat desentralisasi, menerapkan pendekatan multi dimensi dan penghargaan kepada pluralitas (kemajemukan) sehingga terwujud kerjasama atau integrasi.

Bertitik tolak dari penyelenggaraan transmigrasi dengan berbagai macam permasalahan seperti yang diutarakan pada Bab II, maka saatnya menerapkan suatu paradigma yang lebih tepat dalam penyelenggaraan transmigrasi, yakni paradigma ekologi.

















BAB IV PEMBANGUNAN KAWASAN TRANSMIGRASI BERWAWASAN LINGKUNGAN


Visi dan Misi Direktorat Jenderal Sumberdaya Kawasan Transmigrasi

- Visi

Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sumberdaya Kawasan Transmigrasi (Ditjen PSKT) telah meletakkan Visi pemberdayaan untuk sumberdaya kawasan transmigrasi sebagai berikut :

"Terwujudnya kawasan transmigrasi sebagai pusat-pusat pertumbuhan di daerah sesuai kebutuhan pengembangan daerah yang bersangkutan secara berkelanjutan dan akrab lingkungan"

- Misi

Adapun misi Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sumberdaya Kawasan Transmigrasi adalah sebagai berikut :

a. Mewujudkan sistem ketatalaksanaan yang didukung oleh tersedianya data dan informasi serta unit kerja yang kolaboratif guna mendorong terlaksananya pemberdayaan sumberdaya kawasan transmigrasi.
b. Mengembangkan dan memfasilitasi kebijakan penentuan kawasan potensial untuk pembangunan kawasan transmigrasi di dalam kawasan strategis, kawasan cepat tumbuh, kawasan tertinggal dan kawasan perbatasan.
c. Mengembangkan dan memfasilitasi kebijakan perwujudan peningkatan kualitas perencanaan dan pembangunan kawasan yang memenuhi standar kelayakan untuk permukiman dan pengembangan usaha ekonomi yang bersangkutan.
d. Mengembangkan dan memfasilitasi kebijakan pendayagunaan sumberdaya yang tersedia di dalam kawasan secara optimal termasuk pemanfaatan teknologi tepat guna untuk memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan kawasan transmigrasi.
e. Mengembangkan dan memfasilitasi kebijakan peningkatan peluang usaha serta minat investasi pihak swasta dan masyarakat untuk mendorong percepatan pertumbuhan kawasan dalam bentuk kemitraan yang setara, saling menguntungkan dan berkeadilan.
f. Menyiapkan kebijakan pelestarian fungsi lingkungan hidup di kawasan transmigrasi untuk mewujudkan pembangunan kawasan transmigrasi secara berkelanjutan yang berwawasan lingkungan.
Konsepsi Kawasan Transmigrasi Berwawasan Lingkungan

Kawasan transmigrasi berwawasan lingkungan adalah kawasan transmigrasi yang sejak tahap perencanaan, penyiapan, penghunian hingga tahap pengembangan pemukiman difasilitasi agar sumber daya alam dan lingkungan hidup yang ada di kawasan tersebut dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan untuk pemenuhan kebutuhan para transmigran dan penduduk sekitar.

Dalam konsepsi ini terkandung pengertian bahwa kawasan transmigrasi berwawasan lingkungan bukan merupakan tujuan yang hendak dicapai melainkan proses yang harus diwujudkan di setiap tahapan kegiatan pembangunan kawasan transmigrasi. Pandangan ini berbeda dengan sebelumnya dimana keberhasilan pembangunan transmigrasi lebih diletakkan pada ukuran-ukuran output, seperti target pendapatan transmigran yang harus dicapai sejak tahun pertama penempatan hingga setelah tahun kelima penempatan. (T+5), target produktivitas lahan, atau target berupa berdirinya KUD pada T + 2.

Peletakan perhatian pada sisi proses ketimbang output ini merupakan hal mendasar dalam membangun kawasan transmigrasi yang berwawasan lingkungan. Sebab di dalam konsep kawasan transmigrasi yang berwawasan lingkungan tersebut terkandung makna bahwa :

1. kebutuhan hidup yang hendak dipenuhi oleh transmigran dan penduduk sekitar sangat ditentukan oleh orientasi nilai budaya masyarakat bersangkutan, tujuan-tujuan yang hendak dicapai, situasi ekonomi dan kondisi sember daya alam. Ini berarti bahwa ukuran-ukuran keberhasilan sangat kontekstual, spesifik lokasi dan khas menurut pandangan masyarakat bersangkutan ;
2. pemenuhan kebutuhan hidup para transmigran dan penduduk sekitar pada dasarnya sangat ditentukan oleh teknologi, pranata-pranata sosial - ekonomi yang ada serta kondisi sumber daya alam dan ekologi di kawasan transmigrasi. Ini berarti bahwa yang utama dalam membangun kawasan transmigrasi adalah meningkatkan kemampuan transmigran untuk membangun pranata-pranata sosial - ekonomi dan memfasilitasi terpeliharanya keberlanjutan pemanfaatan sumber daya alam di kawasan transmigrasi.
Konsep ini membawa implikasi bahwa di masa mendatang Ditjen PSKT beserta segenap jajarannya harus menempuh kebijakan dan langkah-langkah yang berciri sebagai berikut.

1. Menyusun kebijakan pengelolaan sumber daya di kawasan transmigrasi yang berorientasi jangka panjang mengingat persoalan-persoalan sumber daya alam dan lingkungan pengaruhnya baru terlihat dalam jangka panjang.
2. Menumbuhkan kesamaan pandang dan komitmen di segenap jajaran Depnakertrans, khususnya Ditjen PSKT, untuk membangun kawasan transmigrasi yang ramah lingkungan.
3. Membangun jejaring kerjasama (net working) yang efektif dan terarah dengan berbagai kalangan, terutama pemerintah daerah, untuk memfasilitasi pembangunan kawasan transmigrasi yang ramah lingkungan.
Untuk dapat melaksanakan konsepsi Kawasan Transmigrasi Berwawasan Lingkungan tersebut diperlukan komitmen bersama untuk mematuhi dan melaksanakan prinsip-prinsip, strategi, arak kebijakan dan program berikut.

Prinsip-prinsip

Beberapa prinsip yang harus menjadi jiwa pembangunan kawasan transmigrasi yang berwawasan lingkungan adalah sebagai berikut :

- Mengindahkan Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan

Membangun kawasan transmigrasi tanpa mengindahkan daya dukung dan daya tampung lingkungan akan membawa implikasi tidak terjaminnya keberlanjutan transmigrasi sebagai fondasi bagi peningkatan kesejahteraan transmigran. Oleh karena itu menjadi penting dalam membangun kawasan transmigrasi diterapkan azas hemat dan efisien dalam menggunakan sumberdaya alam yang ada. Kebijakan yang dapat digunakan untuk memandu implementasi azas hemat dan efisien ini adalah kebijakan alokasi ruang sebagaimana tertuang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP) dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten (RTRWK). Untuk mewujudkan azas hemat dan efisien tersebut pemrakarsa pembangunan kawasan transmigrasi harus :

a. mengembangkan pola usaha yang adaptif terhadap kondisi ekologis setempat, sehingga sumberdaya alam dapat dimanfaatkan secara lestari untuk peningkatan taraf hidup transmigran dan generasi mendatang secara berkelanjutan,
b. mengembangkan kawasan transmigrasi yang dikemudian hari berkembang sebagai kawasan ekonomi yang produktif tanpa melampaui daya dukung dan daya tampung kawasan.




Berkenaan dengan hal tersebut, dan memperhatikan Undang-Undang Nomor 23 tahun 1997 pasal 19 ayat a (yang menyatakan bahwa salah satu persyaratan yang diwajibkan untuk dapat melaksanakan pembangunan adalah kesesuaian dengan tata ruang yang berlaku), maka setiap rencana pembangunan kawasan transmigrasi menjadi penting untuk senantiasa sesuai dengan RTRWP dan atau RTRWK.

- Orientasi ke Mutu

Di masa mendatang, target keberhasilan pembangunan kawasan transmigrasi tidak tepat lagi diletakkan pada jumlah transmigran yang ditempatkan, atau jumlah permuiman yang dibangun. Pengalaman masa silam menunjukkan bahwa strategi yang condong mengarah ke push - factor ini ternyata, kurang efektif dan menimbulkan banyak persoalan. Strategi pembangunan kawasan transmigrasi, harus diubah dari strategi push-pull factor menjadi strategi membangun unit-unit permukiman yang bermutu tinggi. Dengan menerapkan prinsip ini, di masa mendatang pembangunan kawasan transmigrasi akan mampu menjamin peningkatan taraf hidup transmigran secara berkelanjutan. Tidak hanya itu, pembangunan kawasan transmigrasi juga harus dikembangkan sebagai satu kesatuan dengan wilayah sekitarnya sehingga keduanya berkembang sebagai satu kesatuan dengan wilayah sekitarnya sehingga keduanya berkembang sebagai satu kesatuan sistem kehidupan seperti yang diutarakan pada prinsip ketiga berikut ini.

- Pendekatan Sistem Manajemen

Pendekatan sistem sesungguhnya telah lama digunakan dalam menyusun konsep-konsep pembangunan kawasan transmigrasi. Namun pendekatan ini masih belum berjalan sebagaimana diharapkan. Padahal pendekatan sistem, yang merupakan salah satu ciri penting dari penerapan paradigma ekologi, baru bermakna bila segenap kebijakan, program, kegiatan, pedoman, prosedur dan praktek-praktek penyelenggaraan pembangunan kawasan transmigrasi dicurahkan dan diarahkan untuk perencanaan, pengembangan, pelaksanaan, koordinasi, pemantauan dan pencapaian kondisi kawasan transmigrasi yang akrab lingkungan.

Manajemen pembangunan kawasan transmigrasi dengan demikian harus dipandang sebagai suatu siklus manajemen yang memiliki mekanisme umpan balik. Bila mekanisme ini dapat berjalan efektif maka terbangunlah suatu sistem manajemen yang antisipatif dan luwes (flexible) dalam menghadapi perubahan-perubahan yang semakin dinamis di masa mendatang.

Berkenaan dengan hal tersebut, maka peran Direktorat Bina Cipta Keserasian Lingkunga (BCKL) menjadi vital. Direktorat BCKL akan menjalankan kiprahnya dengan memfasilitasi atau mendorong lahirnya berbagai kebijakan teknis, prosedur, pedoman dan praktek-praktek pemanfaatan sumberdaya kawasan transmigrasi yang berkelanjutan.

Fasilitasi ini ditujukan kepada Direktorat-Direktorat di Lingkungan Ditjen PSKT dan pemerintah Propinsi/Kabupaten/Kota yang melakukan kegiatan perencanaan, implementasi, pemeriksaan dan evaluasi pemberdayaan dan pengembangan sumberdaya kawasan transmigrasi.

Pendekatan sistem manajemen ini membawa implikasi sebagai berikut :

a. Pengelolaan lingkungan hidup di kawasan transmigrasi bukan merupakan kegiatan yang "terpisah" dari kegiatan keseharian pemberdayaan sumberdaya kawasan transmigrasi. Hal ini harus terintegrasi dengan seluruh kegiatan dan proses ketransmigrasian,
b. Pembangunan kawasan transmigrasi yang berwawasan lingkungan bukan merupakan "milik" atau tanggung jawab Direktorat BCKL saja, tetapi juga merupakan tanggung jawab dari seluruh unit kerja di lingkungan Direktorat Jenderal PSKT, Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Bahkan lebih dari itu juga merupakan milik atau tanggung jawab para pihak yang berkepentingan (stake holder) atau terlibat dengan kegiatan perencanaan, penyiapan kawasan, pengarahan dan fasilitasi pengembangan transmigran, baik di tingkat pusat maupun daerah.


c. Kawasan transmigrasi termasuk masyarakat lokal di dalamnya harus dipandang sebagai suatu kesatuan sistem ekonomi, sosial dan ekologi. Sebagai satu kesatuan sistem ekonomi, kedua wilayah atau kawasan tersebut harus memiliki prinsip menguatnya ekonomi lokal.
- Memperkuat Ekonomi Lokal

Kehadiran kawasan transmigrasi di tengah-tengah kehidupan masyarakat lokal harus bersifat saling sinergi. Kegiatan ekonomi keduanya harus dikembangkan saling sinergi sehingga membangun satu kesatuan kehidupan ekonomi lokal. Ekonomi lokal yang dimaksud di sini adalah kehidupan ekonomi yang bersumber dari kemampuan lokal, dalam memanfaatkan dan mengubah sumberdaya di kawasannya untuk peningkatan kesejahteraannya secara berkeadilan dan berkelanjutan. Ini berarti bahwa tumpuan utama ekonomi di kawasan transmigrasi dan sekitarnya terletak pada dua hal pokok, yaitu (a) pranata-pranata ekonomi yang tumbuh kuat di kalangan masyarakat, dan (b) pemanfaatan secara berkelanjutan sumberdaya di kawasan transmigrasi dan sekitarnya.

Konsepsi ini membawa implikasi bahwa untuk mempercepat peningkatan taraf hidup masyarakat setempat dan para transmigran, diperlukan dua upaya sekaligus : pemberdayaan kekuatan ekonomi transmigran dan kekuatan ekonomi masyarakat setempat. Keduanya harus dipandang sebagai suatu kesatuan (entuty) ekonomi yang tidak terpisahkan. Pola-pola usaha yang akan dikembangkan di kawasan transmigrasi disamping harus adaptif secara ekologis, juga harus sinergi dengan pola usaha yang telah berkembang di masyarakat setempat dan bahkan kemudian mempercepat perputaran roda perekonomian kawasan setempat. Demikian pula kegiatan ekonomi masyarakat setempat yang telah lama berkembang diberdayakan dan diperkuat institusi-institusinya agar berkembang sinergi dengan kawasan transmigrasi.



- Memperkuat Pranata Masyarakat Lokal

Indonesia adalah negara yang penuh keragaman dalam suku dan budaya yang tersebar pada ribuan pulau besar dan kecil. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari memiliki pranata yang khas dalam wujud adat istiadat, kebiasaan dan larangan, prosesi keagamaan yang berbeda dengan wujud pranata yang bersal dari luar. Pranata yang datang dari luar mungkin tidak seluruhnya relevan dengan pranata yang ada pada tatanan masyarakat lokal. Pranata pada tingkat masyarakat lokal harus diperkuat dan dikembangkan sehingga dapat bersinergi dengan pranata yang baik dan sesuai dengan pranata yang datang dari luar. Dengan demikian masyarakat lokal dan pendatang sebagai masyarakat baru dapat berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan.

Strategi

- Integrasi Aspek Lingkungan dalam Kebijakan, Pedoman dan Prosedur Pembangunan Kawasan Transmigrasi

Pendekatan sistem membawa implikasi strategis bahwa pembangunan kawasan transmigrasi sejak tahap perencanaan, pelaksanaan, pemeriksaan dan pengendalian harus dipandang dan ditangani sebagai satu kesatuan sistem manajemen. Ini mengandung makna bahwa para pelaku atau penyelenggara kawasan transmigrasi, yang terdiri dari berbagai institusi pemerintahan di daerah dan pusat, harus bekerja dalam suatu kerangka kerja yang sistemik.

Berkenaan dengan hal tersebut dan sejalan dengan adanya kebijakan otonomi daerah, maka salah satu strategi penting yang akan ditempuh oleh Direktorat Jenderal PSKT adalah mengintegrasikan pertimbangan atau aspek-aspek lingkungan ke dalam setiap kebijakan, pedoman, prosedur dan praktek-praktek untuk mewujudkan pemberdayaan sumberdaya kawasan transmigrasi secara berkelanjutan.

Secara garis besar aspek-aspek lingkungan diintegrasikan dalam tahapan pembangunan transmigrasi sebagai berikut :

1. Integrasi aspek-aspek lingkungan pada tahap perencanaan, penyiapan pemukiman dan pemberdayaan sumberdaya kawasan transmigrasi. Pengintegrasian ini ditujukan kepada setiap kebijakan, pedoman, prosedur teknis dan langkah-langkah yang dipandang akan berpengaruh atau memberi pengaruh terhadap keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya di kawasan transmigrasi. Pada Gambar terlampir diutarakan integrasi aspek-aspek lingkungan di setiap tahap dari siklus kegiatan ketransmigrasian.
2. Implementasi kegiatan pengawasan (supervision/on site surveilance), pemantauan dan penanganan dampak lingkungan (impact mitigation) pada kegiatan-kegiatan pembangunan, pengarahan, penempatan, dan pemberdayaan sumberdaya kawasan transmigrasi. Pemantauan, pengawasan dan inspeksi lingkungan (on site surveillance), merupakan kegiatan umpan balik (feed back) yang bersifat memberikan masukan terhadap adanya ketidaktepatan atau penyimpangan yang terjadi untuk kemudian menjadi landasan kerja bagi tindakan koreksi dan pencegahan.
- Pendekatan "Kewilayahan" Ekologi

Pendekatan pembangunan kawasan transmigrasi yang berwawasan lingkungan juga harus didasarkan pada pendekatan kewilayahan yang mengarah pada suatu kesatuan ekologi seperti ekologi pantai, ekologi dataran tinggi, ekologi rawa pasang surut, ekologi mangrove.

- Konservasi dan Rehabilitasi

Salah satu upaya yang perlu dilakukan untuk menjamin keberlanjutan pemenfaatan sumberdaya di kawasan transmigrasi adalah konservasi sumber daya alam dan rehabilitasi terhadap sumber daya alam yang telah mengalami kerusakan.

Pengertian konservasi disini tidak sempit, justru luas yakni mencakup upaya - upaya secara sadar dan terencana untuk melindungi, dan memanfaatkan secara lestari sumberdaya alam. Dengan strategi ini maka sumberdaya yang masih berada dalam keadaan yang relatif baik akan dicegah dari proses degradasi, sementara yang telah mengalami kerusakan direhabilitasi untuk ditingkatkan kemanfaatannya. Upaya konservasi dan rehabilitasi ini terutama diarahkan pada aspek hutan, tanah dan air.

- Pendekatan Keterpaduan Program

Pendekatan proyek dan kuatnya egosektoral mengakibatkan terjadinya pengkotak-kotakan pembangunan di kawasan transmigrasi, hal ini membuat pembangunan kawasan transmigrasi menjadi tidak sinergik, keterpaduan program diarahkan untuk mengintegrasikan pembangunan kawasan transmigrasi pada instansi lain, baik di tingkat pusat maupun daerah, dunia usaha dan masyarakat. Keterpaduan ini akan menjamin efisien dan efektifitas. Penggunaan sumberdaya manusia, energi, waktu dan sumberdaya lainnya dalam mencapai tujuan pembangunan transmigrasi berwawasan lingkungan tersebut.

- Membangun Social Trust

Dalam pendekatan sosial budaya untuk mencapai keserasian lingkungan di kawasan transmigrasi, beberapa hal mendasar yang perlu dipertimbangkan, yaitu asas (1) keterbukaan, (2) keadilan dan manfaat bagi semua yang berkepentingan serta (3) adanya kepastian hukum. Pendekatan tersebut dimulai dari (1) penyampaian informasi mengenai rencana pembangunan kawasan transmigrasi kepada penduduk daerah yang direncanakan, (2) pengumpulan feed back dari penduduk daerah yang dituju, (3) diadakan konsultasi, (4) pelibatan penduduk yang lebih jauh dalam perencanaan dan (5) perencanaan bersama yang selalu memperhatikan kepentingan seluruh stake holder terkait.


- Pemberdayaan dan Pelibatan Masyarakat

Aspek kunci ini dalam pembangunan berkelanjutan meliputi pemberdayaan masyarakat lokal, swasembada dan keadilan sosial. Orientasi prinsip ini diarahkan pada peningkatan kualitas sumberdaya masyarakat. Dalam konteks ini maka pembangunan kawasan transmigrasi dilakukan dalam rangka menanggulangi kemiskinan melalui proses meningkatkan kemampuan individu dan kelembagaan mereka untuk mengelola sumberdaya yang tersedia. Kondisi ini akan membentuk peningkatan mutu kehidupan transmigran dan masyarakat setempat secara secara berkelanjutan dan adil sesuai dengan aspirasi mereka.

- Keseimbangan Kepentingan Ekonomi dan Lingkungan

Keseimbangan kepentingan ekonomi dan lingkungan merupakan kata kunci untuk strategi pengembangan kawasan transmigrasi. Melalui keseimbangan dua hal pokok inilah akan dapat terjamin terwujudnya suatu kawasan transmigrasi yang diharapkan. Keseimbangan kepentingan ekonomi dan lingkungan ini tercermin atau dapat diwujudkan terutama pada tingkat kebijakan dan perencanaan pembangunan kawasan transmigrasi. Penetapan pola usaha, pola permukiman dan strategi pengembangan ekonomi kawasan merupakan titik-titik kritis bagi penentuan keseimbangan kepentingan ekonomi dan lingkungan. Analisa mengenai dampak lingkungan (AMDAL) merupakan salah satu instrumen kebijakan pada tahap perencanaan yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan penting terhadap terciptanya keseimbangan ekonomi dan lingkungan di kawasan transmigrasi.






Arah Kebijakan

Berkenaan dengan konsepsi kawasan transmigrasi yang berwawasan lingkungan sebagaimana diutarakan di atas, serta prinsip-prinsip yang telah diutarakan pula, maka arah kebijakan yang perlu ditempuh oleh Ditjen PSKT Depnakertrans, adalah :

1. mengintegrasikan pertimbangan lingkungan (ekologi) ke dalam berbagai kebijakan teknis, pedoman, panduan prosedur dan praktek-praktek yang digunakan untuk kegiatan perencanaan, penyiapan, penempatan dan pengembangan kawasan transmigrasi,
2. menumbuhkan komitmen, kompetensi dan kepedulian lingkungan di kalangan berbagai pihak yang terlibat dalam fasilitas pembangunan kawasan transmigrasi yang berwawasan lingkungan, yakni para pengambil keputusan, pimpinan unit kerja dan pelaksana teknis baik di pusat maupun daerah,
3. membangun jaringan kemitraan dengan para pihak (stake holders) secara sistematis untuk meningkatkan efektivitas pemberdayaan sumberdaya di kawasan transmigrasi,
4. memfasilitasi terselenggaranya upaya-upaya konservasi, pemanfaatan lahan tidak produktif dan rehabilitasi sumber daya alam yang telah mengalami kerusakan untuk meningkatkan mutu kehidupan penduduk dan lingkungan hidup kawasan transmigrasi,
5. memberikan pendampingan teknis untuk meningkatkan dan memperkuat kapasitas penyelenggaraan kegiatan ketransmigrasian yang berwawasan lingkungan di pemerintah Kabupaten/kota maupun di Pusat,
6. menyelenggarakan pemantauan (monitoring), pengawasan (surveillance) dan pemeriksaan (inspection) terhadap mutu pelaksanaan pembangunan kawasan transmigrasi.


Program

Berkenaan dengan prinsip-prinsip, strategi, arah kebijakan dan pola penyelenggaraan transmigrasi yang saat ini berlangsung, maka berikut dituangkan program-program untuk mengimplementasikan dan merealisasikan kawasan transmigrasi yang berwawasan lingkungan.

- Sistem Data dan Informasi Lingkungan

Merancang dan membangun sistem jaringan data dan informasi untuk mendukung upaya intervensi aspek lingkungan dalam kegiatan perencanaan, pelaksanaan, pembinaan, pencegahan dan pengendalian kerusakan lingkungan di kawasan Transmigrasi.

- Pengendalian Kerusakan Lingkungan

Program ini akan dikembangkan dan dilaksanakan kegiatan-kegiatan sebagai berikut :

• Melakukan penyusunan dan penilaian terhadap kelayakan lingkungan (AMDAL) pembangunan kawasan transmigrasi baru.
• Mengefektifkan pelaksanaan supervisi atau inspeksi terhadap kawasan transmigrasi.
• Melaksanakan pemantauan lingkungan di kawasan transmigrasi.
• Mensosialisasikan dan memfasilitasi diimplementasikannya pedoman, prosedur teknis dan standar-standar teknis pembangunan kawasan transmigrasi yang berwawasan lingkungan kepada pemerintah daerah dan pihak terkait lainnya yang melakukan penyelenggaraan transmigrasi.
- Peningkatan Keterlibatan Masyarakat

• Mendorong keterlibatan masyarakat dalam merancang dan mengembangkan pola usaha yang adaptif secara ekologi dan sinergis dengan pengembangan wilayah
• Mendorong keterlibatan masyarakat dalam upaya konservasi dan rehabilitasi kerusakan lingkungan.
• Membangun forum komunikasi antar pihak (stakeholders) dalam rangka mendorong keterlibatan masyarakat dalam upaya pencegahan dan pengendalian kerusakan lingkungan.
- Peningkatan Kualitas Sumberdaya Manusia

Menyelenggarakan atau memfasilitasi terselenggaranya pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan kepedulian lingkungan di kalangan pengambil keputusan, perencana dan pelaksana pembangunan kawasan transmigrasi; termasuk di sini pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan kompetensi dalam pembangunan kawasan transmigrasi yang ramah lingkungan. Pelatihan ini ditujukan baik untuk aparat Pusat, Propinsi dan Kabupaten serta pihak-pihak berkepentingan dengan upaya pencegahan dan pengendalian kerusakan lingkungan.

- Konservasi dan Rehabilitasi Lingkungan

• Mengidentifikasi, merencanakan dan melakukan upaya rehabilitasi kerusakan hutan, tanah dan air di sekitar kawasan transmigrasi dengan mengikutsertakan keterlibatan masyarakat. Rehabilitasi ini diarahkan untuk meningkatkan produktivitas lahan yang ada pada saat ini di kawasan transmigrasi secara berkesinambungan.
• Mengidentifikasi, merencanakan dan melakukan upaya-upaya konservasi hutan, tanah dan air di sekitar kawasan transmigrasi dengan mengikutsertakan keterlibatan masyarakat.




- Pengembangan Komunitas Lingkungan Hidup

Pengembangan komunitas lingkungan hidup dilakukan pada setiap tingkat mulai dari basis lokal sampai ke pusat. Hal ini dapat dilakukan melalui pembangunan jejaring yang berlandaskan prinsip-prinsip kesetaraan, transparansi, kejujuran, integrasi dan dedikasi untuk mencapai tujuan bersama yaitu mewujudkan lingkungan yang serasi dari segi geofisik, sosial budaya dan ekonomi, dengan mensinergikan berbagai kegiatan stake holder.
















BAB V P E N U T U P


Dokumen ini mengungkapkan gagasan dan konsep tentang pembangunan kawasan transmigrasi yang berwawasan lingkungan berikut dengan bagaimana mewujudkannya secara terarah dan sistematis. Selain itu dalam dokumen ini dimuat pula prinsip-prinsip dasar, strategi, arah kebijakan dan program-program untuk merealisasikan kawasan transmigrasi yang berwawasan lingkungan.

Upaya mewujudkan kawasan transmigrasi yang berwawasan lingkungan membawa implikasi bahwa Depnakertrans, khususnya Ditjen PSKT tidak dapat lagi menangani pekerjaan ketransmigrasian seperti biasanya (business as usual), namun diperlukan perubahan paradigma, visi, komitmen baru, kerangka pikir baru dan cara kerja baru untuk mengimplementasikan kawasan transmigrasi yang berwawasan lingkungan. Kesadaran dan komitmen untuk melakukan perubahan pola fikir, pola sikap dan pola tindak di kalangan internal organisasi Ditjen PSKT Depnakertrans menjadi penting untuk diutamakan terlebih dahulu. Inilah sesungguhnya salah satu makna penting dari lahirnya gagasan dan konsepsi tentang kawasan transmigrasi yang berwawasan lingkungan.


DAFTAR PUSTAKA

Anonimous, 1992, Prosiding Seminar dan Lokakarya Perencanaan Pemukiman Transmigrasi, Direktorat Jenderal Penyiapan Pemukiman, Departemen Transmigrasi.

Anonimous, 1999, Penataan Kewenangan dan Organisasi Departemen Transmigrasi dan PPH yang Akan Datang, Departemen Transmigrasi dan PPH.

Anonimous, 2001, Materi Pelatihan Kader Keserasian Lingkungan, Pusat Penelitian Lingkungan Hidup-IPB, Bogor.

Budihardjo.E dan Hardjohubbojo,S 1993 Kota Berwawasan Lingkungan,Penerbit Alumni Bandung

Carpa, Fritjof. 1999, Titik Balik Peradaban, Terjemahan The turning Point: Science, Society and The Rising Cultur e, Yayasan Bentang Budaya, Yogyakarta.

Mitchell,B Setiawan B dan Rahmi, DH, 2000, Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan, Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 Tentang Analisa Mengenai Dampak Lingkungan.

Schmidheiny,S 1992, Mengubah Haluan Industri Berwawasan Lingkungan, Penerbit ITB, Bandung

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor : 15 tahun 1997 tentang Ketransmigrasian.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor : 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.


Read More ..